TUGAS LAPORAN
BAHASA INDONESIA 2#
Disusun oleh :
DEVIN PASYA (12113269)
3KA07
Universitas Gunadarma
Jurusan Ilmu Komputer
Jenjang S1 Sistem Informasi
2015/2016
1. ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN
Dalam praktik, proses
penalaran tidak dapat terpisahkan dengan proses pemikiran. Tulisan merupakan
perwujudan hasil kinerja proses berpikir. Tulisan yang baik, sistematis, dan
logis mencermtnkan proses berpikir yang baik juga. Begitu juga sebaliknya,
tulisan yang kacau mencerminkan proses dan kinerja berpikir yang kacau pula.
Karena itu pelatihan keterampilan menulis pada hakikatnya merupakan hal
pembiasaan berpikir-bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib pula.
Suatu karya tulis
merupakan hasil proses berpikir yang mungkin merupakan hasil deduksi, induksi,
atau gabungan di antara keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka
dengan suatu pernyataan umum berupa kaidah, teori, peraturan, atau pernyataan
lainnya. Selanjutnya pernyataan tersebut dikembangkan dengan pernyataan-pernyataan
atau rincian-rincian khusus. Sebaliknya, suatu karya tulis yang induktif dibuka
dengan rincian-rincian khusus dan diakhiri dengan suatu kesimpulan umum atau
generalisasi. Gabungan antara keduanya dimulai dengan pernyataan umum, diikuti
dengan rincian-rincian dan diakhiri dengan pengulangan pernyataan umum yang
dikemukakan sebelumnya.
Secara praktis, proses
penalaran deduktif dan induktif dikembangkan dalam bentuk paragraf. Yang perlu
diperhatikan adalah arah atau alur penalaran dan cara pewujudannya dalam karya
tulis. Hal tersebut sangat berhubungan dengan urutan pengembangkan dan isi
karangan. Pola pengembangan gagasan dapat dilakukan dengan sebagai berikut:
a) Urutan
kronologis.
b) Urutan
spasial.
c) Urutan
alur penalaran.
d) Urutan
kepentingan.
Urutan kronologis
ditandat dengan penggunaan kata-kata seperti dewasa ini, sekarang, bila,
sebelum, sementara itu, sejak saat itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula-mula.
Bentuk tulisan ini biasanya dipergunakan untuk memaparkan sejarah, proses,
asal-usul, dan biografi/riwayat hidup.
Urutan spasial
digunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang, Biasanya dipakai
dengan urutan waktu. Pola ini biasanya menggunakan kata-kata di sini, di situ,
di, pada, di bawah, di atas, di tengah, berhadapan, bertolak belakang,
berseberangan, dan lain-lain.
Urutan penalaran
menghasilkan paragraf deduktif dan induktif. Sedangkan urutan kepentingan
dikembangkan berdasarkan skala prioritas gagasan yang dikemukakan., dari yang
paling penting, menuju yang penting, ke yang kurang penting.
1.1 Menulis Sebagai Hasil Proses Bernalar
Menulis sebagai suatu
keterampilan berbahasa merupakan hasil proses berpikir kita tentang sesuatu .
Hal ini dapat kita mengerti tatkala kita akan mengemukakan pendapat kepada
orang lain, misalnya saat berbicara, pikiran kita berkonsentrasi, berproses,
kemudian menggunakan media bahasa lisan untuk mengemukakan gagasan. Hal ini pun
juga terjadi tatkala kita menulis suatu topik. Untuk menulis suatu topik kita
harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan,
mempertentangkan, mencari faktor penyebab dan akibatnya, dan lain-lain.
Dalam keseharian hidup
kita pun saat dalam kondisi sadar dan terjaga, kita senantiasa berpikir.
Berpikir memang merupakan kegiatan mental kehidupan manusia. Saat itu pulalah
timbul serangkaian fakta hasil pengalaman, pengamatan, percobaan, penelitian,
dan referensi dalam urutan yang saling berhubungan serta bertujuan menarik
kesimpulan yang terwujud dalam pendapat. Jenis berpikir seperti ini sudah
merupakan kegiatan bernalar. Dan proses bernalar merupakan kinerja berpikir
yang sistematik untuk memperoleh kesimpuan berupa pendapat atau gagasan.
Kagiatan ini bisa bersifat ilmiah atau tidak ilmiah.
Dari prosesnya,
penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif.
Penalaran ilmiah mencakup kedua poroses penalaran tersebut.
1.2 Aspek Penalaran Dalam Sebuah Karya
Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah
adalah tulisan yang didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam
bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan
yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Atas
dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi
kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah.
2. Langkah
pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah.
3. Sosok
tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan
keilmuan.
Dari pengertian
tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses
melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang
mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh
karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang
menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak
dapat ditinggalkan. Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan
adanya:
1. Argumentasi
teoritik yang benar, sahih dan relevan.
2. Dukungan
fakta empiric.
3. Analisis
kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik
terhadap permasalahan yang dikaji.
2. Penalaran Induktif
2.1 Definisi Penalaran Induktif
Penalaran induktif
adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang
berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus. Prosesnya
disebut induksi.
Penalaran induktif
dapat berbentuk generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat. Generalisasi
adalah proses berpikir berdasarkan hasil pengamatan atas sejumlah gejala dan
fakta dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagian dari gejala
serupa itu. Analogi merupakan cara menarik kesimpulan berdasarkan hasil
pengamatan terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab
akibat ialah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola
sebab akibat, akibat sebab, dan akibat-akibat.
2.2 Generalisasi
Paragraf ini dimulai
dengan memaparkan suatu hal yang khusus dan kemudian disimpulkan pada bagian
akhir paragaf. Contoh:
“Pantai Mutun yang
berada di Lampung sangatlah cantik dan Indah. Di sana airnya jernih dan
suasananya sangat asri. Tak hanya memiliki pantai yang cantik, Lampung juga
memiliki taman nasional yang sangat meanakjubkan, yaitu way kambas. Di dalam
way kambas kita bisa melihat hewan – hewan yang dilindungi seperti gajah
sumtera, badak, dan lain – lain. Selain, pantai dan taman nasional, di lampung
juga terdapat gunung yang sangat Indah, yaitu Gunung Tanggamus. Gunung ini
sangat digemari bagi para pecinta panjat gunung. Oleh karena itu, tak heran Lampung
dijuluki sebagai surganya tempat wisata.”
Contoh lainnya:
“Buah kelapa dapat
dijadikan sebagai bahan makanan dan minuman yang segar. Tak hanya buahnya, kayu
pohon kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Sedangkan pelapahnya
dapat dijadikan sapau ijuk. Bahkan akarnya pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bakar. Oleh karena itu pohon kelapa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.”
2.3 Analogi
Paragraf analogi adalah
paragraf yang memaparkan suatu objek dengan menyamakannya dengan objek lain
yang memiliki kesamaan dalam hal tertentu. Contoh:
“Mendaki ke puncak
gunung harus memiliki persiapan dan bekal – bekal yang harus dibawa. Jika tidak
memiliki bekal atau persiapan, kita akan terjatuh dari atas. Hal ini
dikarenakan akan banyak halangan yang menghadang kita di depan, seperti
binatang buas, bukit terjal, ataupun cuaca yang tidak bershabat. Sekali saja
kita berbuat kesalahan, maka akibatnya akan sangat fatal. Begitu pula dengan
mencapai kesuksesan, ada banyak hal yang harus kita persiapkan terlebih dahulu
sebelum kita maju. Persiapan – persiapan tersebut, diantara lain mental, ilmu
dan doa. Tanpa persiapan itu semua, kesuksesan akan susah diraih. Oleh karena
itu, menggapai kesuksesan sama seperti menggapai puncak gunung karena perlu
mempersiapakan bekal untuk semua halangan yang menghadang di depan.”
Contoh lainnya:
“Pisau yang tumpul lama
– kelamaan akan menjadi tajam jika terus menerus diasah. Hal ini dikarenakan
pisau yang tumpul tersebut, selalu digunakan dan dilatih sehingga pisau itu
tidak menjadi karat dan rusak. Hal yang sama juga terjadi dengan otak manusia.
Meskipun bodoh, kita akan menjadi pintar jika terus menerus belajar karena
dengan terus belajar otak akan menjadi terlatih sehingga kemampuannya akan
menjadi tajam. Oleh karena itu, meskipun bodoh dalam suatu hal, kita akan
menajdi pintar jika terus berlatih, sama halnya dengan pisau yang tumpul akan menjadi
tajam jika terus diasah.”
2.4 Hubungan Kausal
Penalaran yang
diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Hubungan kausal
(kausalitas) merupakan perinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala
kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta
kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang
mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan
sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu
manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun. Macam
hubungan kausal:
1. Sebab-Akibat.
Contoh,
Penebangan liar dihutan mengakibatkan tanah longsor.
2. Akibat–Sebab.
Contoh,
Andri juara kelas disebabkan dia rajin belajar dengan baik.
3. Akibat–Akibat.
Contoh,
Toni melihat kecelakaan dijalanraya, sehingga Toni beranggapan adanya korban
kecelakaan.
3
Penalaram
Deduktif
Penalaran deduktif
adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik
kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan
merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan
dalam kestmpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi
sebenarnya tidak menghasilkan suatu konsep baru, melainkan peernyataan /kesim
pulan yang muncul sebagai konsistensi premis-premisnya.
3.1 Silogisme
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan
yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan
suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan
dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya,
meskipun secara tidak sadar. Contoh pola silogisme yang standar:
(A) Premis mayor =
Semua manusia akan mati.
(B) Premis minor = Si A
adalah manusia.
(C) Simpulan = Si A
akan mati.
Secara singkat
silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka
A=C
Silogisme terdiri dari:
a) Silogisme
Kategorial
b) Silogisme
Hipotesis
c) Silogisme
Disjungtif
Sebelum mengulas satu per satu bentuk, perlu
diketahui beberapa istilah berikut:
·
Proposisi adalah kalimat logika yang
merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat
dinilai benar atau salah.
·
Term adalah suatu kata atau
kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
·
Term minor adalah subjek pada
simpulan.
·
Term menengah menghubungkan term mayor
dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada simpulan.
3.1.1
Silogisme
Kategorial
Adalah silogisme yang
semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme
disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis
yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi
subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah
(middle term).
Adapun menurut KBBI
simpulan berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa
berdasarkan syarat. Contoh:


(Middle term)
(Predikat)


(Subjek) (Middle term)


(Subjek) (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan
proposisi:
1) Apabila
salah satu premis partikular, maka kesimpulannya harus partikular juga. Contoh:
Semua
yang halal dimakan menyehatkan.
Sebagian
makanan tidak menyehatkan.
Sebagian
makanan tidak halal dimakan.
Jadi, bentuk silogisme
ini menarik simpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu subjek.
2) Apabila
salah satu premis negative, maka kesimpulannya harus negatif juga. Contoh:
Semua
korupsi tidak disenangi.
Sebagian
pejabat melakukan korupsi.
Sebagian
pejabat tidak disenangi.
3) Dari
dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan. Contoh:
Beberapa
orang kaya kikir.
Beberapa
pedagang adalah kaya.
Beberapa
pedagang adalah kikir.
4) Dua
premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil kesimpulan karena tidak ada
mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat
diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Contoh:
Kerbau
bukan bunga mawar.
Kucing
bukan bunga mawar.
(Tidak
ada kesimpulan)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan
term:
1) Setidaknya satu
term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term
penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah. Contoh:
Semua
ikan berdarah dingin.
Binatang
ini berdarah dingin.
Binatang
ini adalah ikan.
2) Term
predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada
premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah. Contoh:
Kerbau
adalah binatang.
Kambing
bukan kerbau.
Kambing
bukan binatang.
3) Term
penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila
term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain. Contoh:
Bulan
itu bersinar di langit.
Januari
adalah bulan.
Januari
bersinar di langit.
4) Silogisme
harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term
penengah. Apabila hanya terdiri dari sebuah term dan dua buah term atau
melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil kesimpulan.
3.1.2
Silogisme
Hipotesis
Silogisme hipotetis
adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan
premis minornya adalah proposisi katagorik.
Adapun menurut KBBI
silogisme hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yg
kebenarannya berdasarkan syarat tertentu. Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1) Premis
minornya mengakui bagian antecedent. Contoh:
Jika
hujan, saya naik becak.
Sekarang
hujan.
Jadi
saya naik becak.
2) Premis
minornya mengakui bagian konsekuennya. Contoh:
Bila
hujan, bumi akan basah.
Sekarang
bumi telah basah.
Jadi
hujan telah turun.
3) Premis
minornya mengingkari antecedent. Contoh:
Jika
politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik
pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi
kegelisahan tidak akan timbul.
4) Premis
minornya mengingkari bagian konsekuennya. Contoh:
Bila
mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak
penguasa tidak gelisah.
Jadi
mahasiswa tidak turun ke jalanan.
·
3.1.3
Silogisme
Disjungtif
Adalah silogisme yang
premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis minornya kategorik yang
mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Adapun menurut KBBI
silogisme disjungtif ini merupakan penarikan simpulan atau keputusan
berdasarkan beberapa kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu
pernyataan yg benar.
Silogisme ini terdiri
dari dua macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif
dalam arti luas.
1) Silogisme
disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. Contoh:
la
lulus atau tidak lulus.
Ternyata
ia lulus.
la
bukan tidak lulus.
2) Silogisme
disjungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif. Contoh:
Hasan
berada di rumah atau di pasar.
Ternyata
tidak di rumah.
Jadi
Hasan berada di pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti
luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis
minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui
alternatif yang lain. Contoh:
Ia
berada di luar atau di dalam.
Ternyata
tidak berada di luar.
Jadi
ia berada di dalam.
Ia
berada di luar atau di dalam.
Ternyata
tidak berada di dalam.
Jadi
ia berada di luar.
2) Premis
minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif yang lain. Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1) Silogisme
disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid. Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Atau:
Hasan
berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata
ia tidak berbaju putih.
Jadi
ia berbaju non-putih.
2) Silogisme
disjungtif dalam arti luas.
a) Bila
premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar). Contoh:
Budi
menjadi guru atau pelaut.
la
adalah guru.
Jadi
Budi bukan pelaut.
b) Bila
premis minor mengingkari salah satu alterna konklusinya tidak sah (salah). Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari
ke kota lain).
3.2 Entimen
Praktek nyata berbahasa
dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik
tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme)
sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan
atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui. Contoh:
“Menipu adalah dosa
karena merugikan orang lain.”
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
·
Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan.
·
Karena (menipu) merugikan orang lain.
>> Premis Minor, karena bersifat khusus.
Dalam kalimat di atas,
premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus
ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin
subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis
mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem
menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang
menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan
demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang
dihilangkan.
0 komentar:
Posting Komentar