Sabtu, 26 Maret 2016

ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN

TUGAS LAPORAN
BAHASA INDONESIA 2#






Disusun oleh :
DEVIN PASYA (12113269)
 3KA07



Universitas Gunadarma
Jurusan Ilmu Komputer
Jenjang S1 Sistem Informasi
2015/2016

1.  ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN
Dalam praktik, proses penalaran tidak dapat terpisahkan dengan proses pemikiran. Tulisan merupakan perwujudan hasil kinerja proses berpikir. Tulisan yang baik, sistematis, dan logis mencermtnkan proses berpikir yang baik juga. Begitu juga sebaliknya, tulisan yang kacau mencerminkan proses dan kinerja berpikir yang kacau pula. Karena itu pelatihan keterampilan menulis pada hakikatnya merupakan hal pembiasaan berpikir-bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib pula.
Suatu karya tulis merupakan hasil proses berpikir yang mungkin merupakan hasil deduksi, induksi, atau gabungan di antara keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu pernyataan umum berupa kaidah, teori, peraturan, atau pernyataan lainnya. Selanjutnya pernyataan tersebut dikembangkan dengan pernyataan-pernyataan atau rincian-rincian khusus. Sebaliknya, suatu karya tulis yang induktif dibuka dengan rincian-rincian khusus dan diakhiri dengan suatu kesimpulan umum atau generalisasi. Gabungan antara keduanya dimulai dengan pernyataan umum, diikuti dengan rincian-rincian dan diakhiri dengan pengulangan pernyataan umum yang dikemukakan sebelumnya.
Secara praktis, proses penalaran deduktif dan induktif dikembangkan dalam bentuk paragraf. Yang perlu diperhatikan adalah arah atau alur penalaran dan cara pewujudannya dalam karya tulis. Hal tersebut sangat berhubungan dengan urutan pengembangkan dan isi karangan. Pola pengembangan gagasan dapat dilakukan dengan sebagai berikut:
a)      Urutan kronologis.
b)      Urutan spasial.
c)      Urutan alur penalaran.
d)     Urutan kepentingan.
Urutan kronologis ditandat dengan penggunaan kata-kata seperti dewasa ini, sekarang, bila, sebelum, sementara itu, sejak saat itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula-mula. Bentuk tulisan ini biasanya dipergunakan untuk memaparkan sejarah, proses, asal-usul, dan biografi/riwayat hidup.
Urutan spasial digunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang, Biasanya dipakai dengan urutan waktu. Pola ini biasanya menggunakan kata-kata di sini, di situ, di, pada, di bawah, di atas, di tengah, berhadapan, bertolak belakang, berseberangan, dan lain-lain.
Urutan penalaran menghasilkan paragraf deduktif dan induktif. Sedangkan urutan kepentingan dikembangkan berdasarkan skala prioritas gagasan yang dikemukakan., dari yang paling penting, menuju yang penting, ke yang kurang penting. 
  
1.1  Menulis Sebagai Hasil Proses Bernalar
Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa merupakan hasil proses berpikir kita tentang sesuatu . Hal ini dapat kita mengerti tatkala kita akan mengemukakan pendapat kepada orang lain, misalnya saat berbicara, pikiran kita berkonsentrasi, berproses, kemudian menggunakan media bahasa lisan untuk mengemukakan gagasan. Hal ini pun juga terjadi tatkala kita menulis suatu topik. Untuk menulis suatu topik kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan, mempertentangkan, mencari faktor penyebab dan akibatnya, dan lain-lain.
Dalam keseharian hidup kita pun saat dalam kondisi sadar dan terjaga, kita senantiasa berpikir. Berpikir memang merupakan kegiatan mental kehidupan manusia. Saat itu pulalah timbul serangkaian fakta hasil pengalaman, pengamatan, percobaan, penelitian, dan referensi dalam urutan yang saling berhubungan serta bertujuan menarik kesimpulan yang terwujud dalam pendapat. Jenis berpikir seperti ini sudah merupakan kegiatan bernalar. Dan proses bernalar merupakan kinerja berpikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpuan berupa pendapat atau gagasan. Kagiatan ini bisa bersifat ilmiah atau tidak ilmiah.
Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua poroses penalaran tersebut.

1.2  Aspek Penalaran Dalam Sebuah Karya Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1.      Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah.
2.      Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah.
3.      Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan. Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:
1.      Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan.
2.      Dukungan fakta empiric.
3.      Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.

2.  Penalaran Induktif
2.1  Definisi Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus. Prosesnya disebut induksi.
Penalaran induktif dapat berbentuk generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat. Generalisasi adalah proses berpikir berdasarkan hasil pengamatan atas sejumlah gejala dan fakta dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Analogi merupakan cara menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab akibat ialah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat sebab, dan akibat-akibat.

2.2  Generalisasi
Paragraf ini dimulai dengan memaparkan suatu hal yang khusus dan kemudian disimpulkan pada bagian akhir paragaf. Contoh:
“Pantai Mutun yang berada di Lampung sangatlah cantik dan Indah. Di sana airnya jernih dan suasananya sangat asri. Tak hanya memiliki pantai yang cantik, Lampung juga memiliki taman nasional yang sangat meanakjubkan, yaitu way kambas. Di dalam way kambas kita bisa melihat hewan – hewan yang dilindungi seperti gajah sumtera, badak, dan lain – lain. Selain, pantai dan taman nasional, di lampung juga terdapat gunung yang sangat Indah, yaitu Gunung Tanggamus. Gunung ini sangat digemari bagi para pecinta panjat gunung. Oleh karena itu, tak heran Lampung dijuluki sebagai surganya tempat wisata.”
Contoh lainnya:
“Buah kelapa dapat dijadikan sebagai bahan makanan dan minuman yang segar. Tak hanya buahnya, kayu pohon kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Sedangkan pelapahnya dapat dijadikan sapau ijuk. Bahkan akarnya pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Oleh karena itu pohon kelapa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.”
2.3  Analogi
Paragraf analogi adalah paragraf yang memaparkan suatu objek dengan menyamakannya dengan objek lain yang memiliki kesamaan dalam hal tertentu. Contoh:
“Mendaki ke puncak gunung harus memiliki persiapan dan bekal – bekal yang harus dibawa. Jika tidak memiliki bekal atau persiapan, kita akan terjatuh dari atas. Hal ini dikarenakan akan banyak halangan yang menghadang kita di depan, seperti binatang buas, bukit terjal, ataupun cuaca yang tidak bershabat. Sekali saja kita berbuat kesalahan, maka akibatnya akan sangat fatal. Begitu pula dengan mencapai kesuksesan, ada banyak hal yang harus kita persiapkan terlebih dahulu sebelum kita maju. Persiapan – persiapan tersebut, diantara lain mental, ilmu dan doa. Tanpa persiapan itu semua, kesuksesan akan susah diraih. Oleh karena itu, menggapai kesuksesan sama seperti menggapai puncak gunung karena perlu mempersiapakan bekal untuk semua halangan yang menghadang di depan.”
Contoh lainnya:
“Pisau yang tumpul lama – kelamaan akan menjadi tajam jika terus menerus diasah. Hal ini dikarenakan pisau yang tumpul tersebut, selalu digunakan dan dilatih sehingga pisau itu tidak menjadi karat dan rusak. Hal yang sama juga terjadi dengan otak manusia. Meskipun bodoh, kita akan menjadi pintar jika terus menerus belajar karena dengan terus belajar otak akan menjadi terlatih sehingga kemampuannya akan menjadi tajam. Oleh karena itu, meskipun bodoh dalam suatu hal, kita akan menajdi pintar jika terus berlatih, sama halnya dengan pisau yang tumpul akan menjadi tajam jika terus diasah.”

2.4  Hubungan Kausal
Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Hubungan kausal (kausalitas) merupakan perinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun. Macam hubungan kausal:
1.      Sebab-Akibat.
Contoh, Penebangan liar dihutan mengakibatkan tanah longsor.
2.      Akibat–Sebab.
Contoh, Andri juara kelas disebabkan dia rajin belajar dengan baik.
3.      Akibat–Akibat.
Contoh, Toni melihat kecelakaan dijalanraya, sehingga Toni beranggapan adanya korban kecelakaan.

3     Penalaram Deduktif
Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam kestmpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak menghasilkan suatu konsep baru, melainkan peernyataan /kesim pulan yang muncul sebagai konsistensi premis-premisnya.

3.1  Silogisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara tidak sadar. Contoh pola silogisme yang standar:
(A) Premis mayor = Semua manusia akan mati.
(B) Premis minor = Si A adalah manusia.
(C) Simpulan = Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari:
a)      Silogisme Kategorial
b)      Silogisme Hipotesis
c)      Silogisme Disjungtif
Sebelum mengulas satu per satu bentuk, perlu diketahui beberapa istilah berikut:
·         Proposisi adalah kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah.
·         Term adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
·         Term minor adalah subjek pada simpulan.
·         Term menengah menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada simpulan.

3.1.1        Silogisme Kategorial
Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Adapun menurut KBBI simpulan berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa berdasarkan syarat. Contoh:
Premis mayor = Semua makhluk hidup membutuhka noksigen.
                                       (Middle term)       (Predikat)
Premis minor = Manusia adalah makhluk hidup.
                          (Subjek)              (Middle term)
Simpulan = Manusia membutuhkan oksigen.
                  (Subjek)    (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan proposisi:
1)      Apabila salah satu premis partikular, maka kesimpulannya harus partikular juga. Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan.
Sebagian makanan tidak menyehatkan.
Sebagian makanan tidak halal dimakan.
Jadi, bentuk silogisme ini menarik simpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu subjek.
2)      Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya harus negatif juga. Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat melakukan korupsi.
Sebagian pejabat tidak disenangi.
3)      Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan. Contoh:
Beberapa orang kaya kikir.
Beberapa pedagang adalah kaya.
Beberapa pedagang adalah kikir.
4)      Dua premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil kesimpulan karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
(Tidak ada kesimpulan)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan term:
1)      Setidaknya satu term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah. Contoh:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin.
Binatang ini adalah ikan.
2)      Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah. Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Kambing bukan binatang.
3)      Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain. Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Januari bersinar di langit.
4)      Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term penengah. Apabila hanya terdiri dari sebuah term dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil kesimpulan.

3.1.2        Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
Adapun menurut KBBI silogisme hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yg kebenarannya berdasarkan syarat tertentu. Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1)      Premis minornya mengakui bagian antecedent. Contoh:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2)      Premis minornya mengakui bagian konsekuennya. Contoh:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3)      Premis minornya mengingkari antecedent. Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4)      Premis minornya mengingkari bagian konsekuennya. Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
·         
3.1.3        Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Adapun menurut KBBI silogisme disjungtif ini merupakan penarikan simpulan atau keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan yg benar.
Silogisme ini terdiri dari dua macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam arti luas.
1)      Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. Contoh:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.
2)      Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif. Contoh:
Hasan berada di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi Hasan berada di pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1)      Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain. Contoh:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.

Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2)      Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain. Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1)      Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid. Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Atau:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2)      Silogisme disjungtif dalam arti luas.
a)      Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar). Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi Budi bukan pelaut.
b)      Bila premis minor mengingkari salah satu alterna konklusinya tidak sah (salah). Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).

3.2  Entimen
Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui. Contoh:
“Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.”
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
·         Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan.
·         Karena (menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.